Desa Kudubanjar adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Secara administratif, desa ini terbagi menjadi empat dusun, yaitu Dusun Kudu, Ketapang Lor, Banjarejo, dan Ketapang Kidul. Dari keempat dusun tersebut, Dusun Kudu menjadi pusat pemerintahan dan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak. Desa ini memiliki luas sekitar 2,53 km², terdiri dari 10 RW dan 26 RT.
Wilayah Kudubanjar berada di dataran rendah yang sedikit mengarah ke perbukitan di bagian utara. Iklimnya tropis, dengan suhu rata-rata mencapai 35°C. Seperti wilayah Indonesia lainnya, desa ini mengalami dua musim, yaitu kemarau dan penghujan. Namun, karena pengaruh pemanasan global, pola musim telah berubah, sehingga musim tidak lagi berlangsung secara tetap seperti dahulu. Meskipun begitu, kondisi tanah di desa ini tergolong subur berkat aliran Sungai Brantas dan material vulkanik dari letusan Gunung Kelud. Hal ini menjadikan Kudubanjar cocok untuk pertanian—dengan tanaman utama seperti tebu, padi, dan jagung—serta peternakan yang didominasi oleh sapi, kambing, dan ayam.
Asal-usul nama Kudubanjar memiliki kisah yang menarik dan erat kaitannya dengan sejarah Kerajaan Majapahit. Dahulu, ketika Kerajaan Majapahit terancam oleh serangan dari Raden Patah, Rakai Banjar—seorang panglima kerajaan—diperintahkan untuk menghadang pasukan Demak. Ia mendirikan pesanggrahan di sebuah hutan yang dipenuhi pohon mengkudu di utara Sungai Brantas. Namun, pasukan Raden Patah melewati jalur barat menuju Kerajaan Kediri dan kemudian menuju Majapahit, hingga terjadilah perang besar yang dikenal sebagai Perang Paregreg. Majapahit akhirnya jatuh, dan Rakai Banjar yang tak berani kembali memilih menetap dan bertapa di tempat itu. Ia kemudian dikenal sebagai “Eyang Djenggot.” Dari situlah nama Kudubanjar berasal: “Kudu” dari pohon mengkudu, dan “Banjar” dari nama Rakai Banjar.
Hingga kini, peninggalan sejarah Rakai Banjar masih bisa ditemukan di desa ini. Salah satunya adalah Sumur Bumbung, tempat pemujaan yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Meski dahulu dikenal angker, kini sumur tersebut telah dirawat dan dipagari dengan baik. Selain itu, ada Tugu Nasional, tugu ikonik yang menyerupai lipstik merah. Konon, tugu ini merupakan penanda kuburan massal korban kekejaman PKI, menjadikannya penuh dengan nilai sejarah dan cerita kelam masa lalu. Di sisi lain, ada pula kentongan kuno, alat komunikasi tradisional dari kayu yang hingga kini masih terjaga keasliannya.
Desa Kudubanjar tak hanya menyimpan potensi alam yang subur, tetapi juga kaya akan sejarah dan budaya yang diwariskan turun-temurun oleh para leluhur. Hingga kini, masyarakatnya tetap menjaga warisan tersebut sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan desa mereka.
0 Komentar