Kabupaten Jombang tak hanya dikenal sebagai Kota Santri atau tempat kelahiran tokoh-tokoh besar bangsa. Di balik kentalnya nuansa religius dan nasionalisme, Jombang juga memiliki warisan budaya yang menarik dalam bentuk busana tradisional khas, yang disebut "Deles". Mungkin tak sepopuler kebaya dari Solo atau batik Pekalongan, tapi Deles punya cerita, nilai sejarah, dan filosofi yang sangat dalam. Mari kita kenali lebih jauh.
A. BUSANA KHAS JOMBANG DELES (PRIA) Disebut Busana Kudawaningpati
1. Penutup Kepala disebut UDHENG BLANGKON SUNDHUL MEGO
Merupakan gabungan penutup kepala tekes era abad 13, udheng Remo, udheng Ludruk, udheng Jawa Timuran dan Blangkon Cekdongan. Ini mengingat insan Jombang sangat egaliter, sangat menghormati perbedaan, dan sangat toleran.
Nama Sundhul Mego diambil dari nama Patih dalam Cerita Wayang Topeng Jatiduwur dalam lakon Wiruncono Murco.
Undheng Blangkon Sundhul Mego dengan PONCOT NGARSO atau Poncot Depan ada 2 (dua) macam:
Yaitu PONCOT NGARSO menghadap ke ATAS bentuknya seperti KEMBANG KANTHIL. Serta PONCOT NGARSO menghadap ke BAWAH yang melambangkan ATI SAREH serta NDHINGKLUK'E PARI
Jas Gulon Dwigatra merupakan busana atasan pria (Bagian Jas Gulon Dwigartra) ini menjadi titik pembeda dengan busana adat dengan daerah lain di Jawa Timur dengan memakai kerah tegak, untuk membedakan model potong gulon atau desain teluk belanga.
Jas Gulon Dwigatra sebagai pembeda dengan bentuk Jas Mataraman dan Jas Jawa Timuran atau sering disebut jas Basofi.
Sedangkan nama busana dwigatra adalah bertemunya dua gatra budaya menurut pemetaan sejarawan dan budayawan/almarhum Prof. Ayu Sutarto, yaitu gatra budaya Mataraman atau Pracima dan gatra budaya Arek
Nama Sundhul Mego diambil dari nama Patih dalam Cerita Wayang Topeng Jatiduwur dalam lakon Wiruncono Murco.
Undheng Blangkon Sundhul Mego dengan PONCOT NGARSO atau Poncot Depan ada 2 (dua) macam:
Yaitu PONCOT NGARSO menghadap ke ATAS bentuknya seperti KEMBANG KANTHIL. Serta PONCOT NGARSO menghadap ke BAWAH yang melambangkan ATI SAREH serta NDHINGKLUK'E PARI
2. Busana Atasan Jas Gulon Dwigatra
juga dipakai oleh Bupati Jombang pertama yaitu Raden Adipati Aryo SuroadiningratJas Gulon Dwigatra merupakan busana atasan pria (Bagian Jas Gulon Dwigartra) ini menjadi titik pembeda dengan busana adat dengan daerah lain di Jawa Timur dengan memakai kerah tegak, untuk membedakan model potong gulon atau desain teluk belanga.
Jas Gulon Dwigatra sebagai pembeda dengan bentuk Jas Mataraman dan Jas Jawa Timuran atau sering disebut jas Basofi.
Sedangkan nama busana dwigatra adalah bertemunya dua gatra budaya menurut pemetaan sejarawan dan budayawan/almarhum Prof. Ayu Sutarto, yaitu gatra budaya Mataraman atau Pracima dan gatra budaya Arek
3. TAPIH KUDAWANINGPATI BEBET (Pria)
Istilah tapih yang artinya kain atau busana bawah yang sudah dipakai sejak era Mataram Kuno atau Medang. Diberi nama Tapih Kudawaningpati untuk menunjukkan busana pria Jombang Deles.
Nama Tapih Kudawaningpati diambil dari tokoh dalam cerita Panji pada Wayang Topeng Jatiduwur yang diduga peninggalan Majapahit. Sejarah Majapahit juga tak lepas dari sejarah yang ada di Jombang sebagai latar belakang Kota Santri.
Raden Panji Kudawaningpati dipercaya sebagai putra mahkota kerajaan Jenggala yang wilayahnyamasuk Jombang bagian Timur saat ini.
Tampilan Tapih Kudawaningpati (berupa gabungan dari celana dan sarung atau celarung. Bagian depan dibuat buka'an samping kiri untuk menghadap posisi pasangan busana putri. Dan bisa digunakan bebet untuk acara tertentu dengan memakai celana hitam.
Dewi Kemodoningrat juga dipercaya sebagai pembabat Dusun Kemodo, Desa Dukuhmojo, Mojoagung.
Bagian kerudung ini sebagai penutup kepala sesuai dengan ciri khas Kabupaten Jombang sebagai Kota Santri. Model kerudung berupa selendang seperti busana adat Jawa Timur pada umumnya.
Bagi pengguna Busana Khas Jombang Deles putri yang muslim bisa mengenakan jilbab saja, atau bisa menambahkan selendang, sedangkan yang non muslim bisa menggunakan selendangnya sebagai tambahan aksen keanggunan wanita Jawa.
sumber : https://www.jombangkab.go.id
Nama Tapih Kudawaningpati diambil dari tokoh dalam cerita Panji pada Wayang Topeng Jatiduwur yang diduga peninggalan Majapahit. Sejarah Majapahit juga tak lepas dari sejarah yang ada di Jombang sebagai latar belakang Kota Santri.
Raden Panji Kudawaningpati dipercaya sebagai putra mahkota kerajaan Jenggala yang wilayahnyamasuk Jombang bagian Timur saat ini.
Tampilan Tapih Kudawaningpati (berupa gabungan dari celana dan sarung atau celarung. Bagian depan dibuat buka'an samping kiri untuk menghadap posisi pasangan busana putri. Dan bisa digunakan bebet untuk acara tertentu dengan memakai celana hitam.
B. BUSANA KHAS JOMBANG DELES (WANITA) Disebut Busana Kemodoningrat
1. Busana Kemodoningrat
Diambil dari nama Dewi Kemodoningrat, adalah nama lain Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana, istri Panji Asmarabangun alias Panji Kudawaningpati.Dewi Kemodoningrat juga dipercaya sebagai pembabat Dusun Kemodo, Desa Dukuhmojo, Mojoagung.
2. Kudung, Jilbab, dan Selendang Pati
Penutup kepala wanita mengenakan kerudung polos yang senada dengan warna bajunya. Sedangkan Warna corak selendang yang disepakati adalah hijau botol, dengan kombinasi motif lainnya yang mencerminkan Islam sebagai agama mayoritas di Jombang, juga bentuk perwakilan warna santri.Bagian kerudung ini sebagai penutup kepala sesuai dengan ciri khas Kabupaten Jombang sebagai Kota Santri. Model kerudung berupa selendang seperti busana adat Jawa Timur pada umumnya.
Bagi pengguna Busana Khas Jombang Deles putri yang muslim bisa mengenakan jilbab saja, atau bisa menambahkan selendang, sedangkan yang non muslim bisa menggunakan selendangnya sebagai tambahan aksen keanggunan wanita Jawa.
3. TAPIH KUDAWANINGPATI (Wanita).
Bagian bawah busana wanita Jombang Deles ini dari kain jarik yang memiliki sampiran kain penutup di bagian depan seperti jarik pada umumnya. Bagian depan dibuat buka'an samping kiri untuk menghadap posisi pasangan busana putra yang menghadap sebaliknya atau mengarah ke kanan.sumber : https://www.jombangkab.go.id
0 Komentar